Ticker

6/recent/ticker-posts

Advertisement

Partisipasi Publik dalam Pengawasan Demokrasi dalam Konteks Good Governance di Kabupaten Rejang Lebong

Edwardo Azhari, Wakil Ketua PA GMNI Kab. RL

Penulis: Edwardo Azhari, Wakil Ketua PA GMNI Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu

Bens Indonesia, Opini - Potensi pelanggaran dalam Pemilu, baik dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden maupun dalam Pemilihan Kepala Daerah sudah tentu ada pelanggaran, ini bisa dikategorikan dari kecil sampai besar, dari yang ringan sampai yang berat, dari sengaja (terencana) atau yang tidak sengaja. Tantangan pengawasan kepada petugas Penyelenggara Pemilu menjadi peran sentral ditengah kondisi masyarakat di Kabupaten Rejang Lebong.

Perlunya melakukan pemetaan awal dalam melakukan kerja-kerja pengawasan menjadi tolak ukur keberhasilan dalam rangka mengindentifikasi awal masalah-masalah pelanggaran Pemilu yang kemungkinan akan terjadi dilakukan oleh Peserta Pemilu. Dan yang paling potensial terjadi ditengah kondisi masyarakat yang serba kekurangan adalah membeli suara atau diistilahkan dengan money politic. Menurut Juliansyah (2007), politik uang adalah suatu upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan serta tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau Partai untuk mempengaruhi suara pemilih (Voters).

Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sebentar lagi memasuki fase penting. Partai-partai yang menjadi Peserta Pemilu tentu akan intensif dan masif melakukan komunikasi persuasif dengan Pemilih, baik secara offline melalui pertemuan langsung dengan warga maupun online melalui media sosial dan sarana komunikasi masyarakat sipil lainnya. Politik pemilu akan semakin memanas, sehingga sejak dini kita harus membenahi visi kita. Bagaimana semua pihak yang berkepentingan dengan Pemilu 2024 tetap menjaga kualitas Pemilu agar konsolidasi demokrasi tetap terjaga dan berkelanjutan.

Partisipasi Publik sangat penting dalam Negara demokrasi. Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Karena itu, kedaulatan berada ditangan rakyat. Karena pemilik kedaulatan adalah rakyat, maka yang memiliki kewenangan menyelenggarakan negara ini juga rakyat. Tapi karena rakyat Indonesia berjumlah kurang lebih 275 juta, maka tidak mungkin menyelenggarakan pemerintahan sendiri secara beramai-ramai. Untuk itu, dibuatlah sistem perwakilan. Rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam lembaga tinggi negara yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari DPR dan DPD. 

Salah satu ciri negara demokrasi adalah adanya Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara periodik, termasuk pemilihan pejabat publik pada tingkat Pusat dan Daerah. Jadi dengan kata lain, sebaik apapun sebuah Pemerintahan dirancang, ia tidak bisa dianggap demokratis kecuali para Pejabat yang memimpin Pemerintahan itu dipilih secara bebas oleh warga negara dengan cara yang terbuka dan jujur.

Pemerintahan demokratis menunjukkan kadar partisipasi rakyat semakin tinggi, baik dalam mimilih pejabat publik, Penyelenggara Pemilu (KPU, BAWASLU, DKPP) mengawasi perilakunya, maupun dalam menentukan arah kebijakan publik. Rakyat mempunyai akses untuk menentukan siapa yang sepatutnya memerintah mereka, apa yang dilakukan serta menilai keberhasilannya dan kegagalannya. 

Kadar demokrasi suatu negara ditentukan oleh 2 (dua) hal. Pertama, seberapa besar peranan masyarakat dalam menentukan siapa diantara mereka yang dijadikan pejabat negara, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, pemilihan pejabat publik langsung oleh rakyat, maka semakin tinggi kadar demokrasi negara tersebut. Kedua, seberapa besar peranan masyarakat dalam menentukan kebijakan publik dan Melakukan Pengawasan Partisipatif. Semakin besar peranan masyarakat dalam menentukan kebijakan publik, semakin tinggi kadar demokrasinya.

Sebagaimana dicatat oleh Prof. Miriam Budiardjo, dalam bukunya : Demokrasi di Indonesia, Herbert McCloscky mengatakan bahwa partisipasi politik ialah kegiatan kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum. 

Sementara itu, Samuel P Huntington, dan Joan Nelson, dalam No Easy Choice : Political in Developing Countries menekankan bahwap artisipasi politik merupakan kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Karena itu, partisipasi politik bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.

Berkaitan dengan masalah partisipasi publik dalam pemilihan pejabat negara khususnya pemilihan pejabat negara di daerah, Warsito, mengungkapkan ada 6 (enam) keuntungan Pemilu dan Pemilihan langsung yaitu : Pertama, pemilihan langsung oleh rakyat Anggota DPR, DPRD, Presiden, Kepala Daerah dan Kepala Desa, menunjukkan adanya konsistensi penyelenggaraan pemerintahan dalam mekanisme pemilihan pejabat publik. Kedua, pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat merupakan proses politik untuk menuju pada kehidupan politik yang lebih demokratis dan bertanggungjawab. Pejabat publik yang dipilih oleh rakyat akan mempertanggungjawabkan kepada rakyat, karena rakyat yang memiliki kedaulatan. Harapannya adalah setiap keputusan politik yang diambil oleh pejabat publik semata-mata untuk kepentingan rakyat. Pemilihan yang bebas dan adil adalah hal yang penting dalam menjamin “kesepakatan mereka yang diperintah” sebagai fondasi politik demokratis. Ketiga, Pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupakan proses politik yang dapat memberikan pendidikan politik kepada rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kerangka stabilitas nasional. Dengan pemilihan secara langsung, rakyat lama kelamaan akan memahami tujuan untuk apa pemilihan diselenggarakan. Dengan demikian mereka akan semakin kritis dalam mempertaruhkan hak-haknya. Di sisi lain, para calon yang kalah mau menerima kekalahan secara ikhlas. Begitu pula para pendukungnya, dengan terbuka patuh kepada pemenang dengan mengakui hak mereka untuk berkuasa. Penerimaan semacam ini merupakan penyangga sistem politik yang stabil bagi bangsa Indonesia. Keempat, pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat akan mendorong pendewasaan Partai Politik, terutama dalam perekrutan Kader Partai Politik yang akan ditempatkan sebagai Calon Kepala Daerah. Calon yang ditetapkan oleh partai adalah mereka yang telah diseleksi oleh Partai dan diperkirakan memenangkan persaingan untuk merebut suara rakyat. 

Kelima, Pemilihan Kepala Daerah secara langsung akan memperkuat dan mengembangkan konsep check and balances dalam penyelenggaraan Pemerintahan, melalui Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, maka kepala daerah akan bertanggungjawab kepada rakyat bukan kepada DPRD. Dengan demikian, kedudukan Kepala Daerah kuat sebagai Pejabat pelaksana kebijakan politik. Oleh karena itu, apabila posisi Kepala Daerah hasil pilihan rakyat didukung oleh DPRD yang aspiratif dan mampu menjalankan fungsinya dengan baik maka konsep check and balances akan dapat terlaksana dengan baik. Keenam, masyarakat paham terhadap kedaulatan. Kedaulatan seharusnya tetap berada ditangan rakyat. Tidak diserahkan kepada suatu lembaga misalnya DPR atau DPRD. Kesadaran akan partisipasi politik rakyat apa pun alasannya merupakan suatu condition sine qua non dalam membangun negara yang demokratis. Terlibat secara langsung dalam menentukan pejabat publik merupakan hak setiap warga negara yang harus dipertimbangkan secara matang dan cerdas. Selanjutnya, dalam rangka menciptakan tata Pemerintahan yang baik, good governance, dan menciptakan Pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara untuk mewujudkan penyelenggaraan yang bersih dilaksanakan dalam bentuk :

  1. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara;
  2. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggaraan negara;
  3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada kebijakan penyelenggara negara;
  4. Hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal : 1) Melaksanakan haknya sebagaimana butir a, b, dan c. 2) Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli. Sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi yang mengharuskan penyelenggara negara membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai penyelenggaraan negara, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur hak dan tanggung jawab serta kewajiban masyarakat dan penyelenggara negara secara berimbang. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat memperoleh perlindungan hukum dalam menggunakan haknya untuk memperoleh dan menyampaikan informasi tentang penyelenggaraan negara. Kebebasan menggunakan hak tersebut haruslah disertai dengan tanggung jawab untuk mengemukakan fakta dan kejadian yang sebenarnya dengan menaati dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum serta hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut UNDP, karakteristik konteks good governance adalah secara umum, kesembilan asas tersebut dalam konteks good governance dapat disarikan menjadi 3 (tiga) hal yaitu akuntabilitas publik, kepastian hukum (rule of law) dan transparansi publik.

Ketiga intisari dari good governance tersebut merupakan unsur yang sangat penting dalam proses demokratisasi suatu negara.

  1. Akuntabilitas publik mensyaratkan bahwa setiap perilaku dan tindakan pejabat publik baik dalam membuat kebijakan (public policy), mengatur dan membelanjakan keuangan negara maupun melaksanakan penegakan hukum haruslah terukur dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
  2. Jaminan kepastian hukum (rule of law) bagi setiap masyarakat maksudnya adalah setiap pejabat publik berkewajiban memberikan jaminan bahwa dalam berurusan dengan penyelenggara negara setiap masyarakat pasti akan memperoleh kejelasan tentang tenggang waktu, hak dan kewajiban, dan lain-lain sehingga ada jaminan bagi masyarakat dalam memperoleh rasa keadilan, khususnya ketika berhadapan dengan penyelenggara negara sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan publik.
  3. Transparansi publik mensyaratkan bahwa setiap pejabat publik berkewajiban membuka ruang partisipasi kepada masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik (khususnya menyangkut dengan pengelolaan sumber daya publik) dengan membukaakses dan memberikan informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif, baik diminta maupun tidak diminta oleh masyarakat. Tidak diminta maksudnya adalah bahwa semestinya ada mekanisme publikasi yang luas kepada masyarakat dalam setiap proses pembuatan kebijakan publik sehingga masyarakat dapat memberikan partisipasinya secara lebih aktif.

Sekian Terima Kasih, 
(Artikel/Opini ini Penulis dapatkan dari berbagai sumber dan referensi).

Posting Komentar

0 Komentar