Insinerator merupakan alat pembakaran sampah bersuhu tinggi antara 800-1000°C yang biasa digunakan untuk pemusnahan sampah industri, sampah padat, serta sampah medis yang terkategori dalam limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) berupa jarum suntik bekas, perban bekas dan limbah infeksius lainnya.
"Sejauh ini, kita di Muratara belum ada Insinerator. Jadi Faskes kita bekerjasama dengan pihak ketiga untuk melakukan pengelolaan limbah B3. Kalau tidak salah, PT KIS di Jambi," ungkap Kadis Kesehatan Muratara, Tasman Majid, saat diwawancarai di ruang kerjanya, Senin (30/6/2025).
Merujuk UU PPLH nomor 32 Tahun 2009 di Pasal 59 ayat (1) menyatakan setiap orang, perusahaan perorangan, badan usaha, instansi, layanan kesehatan yang menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) wajib melakukan pengelolaan limbah B3 secara mandiri, dan pada Pasal 59 ayat (4) wajib memiliki izin pengelolaan limbah B3, dari Gubernur, Walikota/Bupati, atau dari pejabat berwenang lainnya.
Pada pasal yang sama juga diperbolehkan, apabila pihak penghasil limbah B3 bekerjasama dengan pihak lainnya untuk melakukan pengelolaan limbah B3, dengan ketentuan pihak lainnya wajib memiliki izin lingkungan, izin pengangkutan, izin penyimpanan, sebagaimana diatur dalam UU PPLH nomor 32 tahun 2009, yang turut mengatur sanksi pidana bagi pihak yang melakukan pengelolaan limbah B3 namun tak memiliki izin dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun kurungan dan maksimal 3 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.Tak hanya itu saja, ditengah gencarnya Pemkab Musi Rawas Utara dalam memburu potensi pajak guna mendongkrak perolehan PAD. Pada sektor pengelolaan limbah B3 seharusnya juga ikut menyumbang berupa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari setiap kilogram limbah B3 yang dihasilkan dan dikelola.
"Aku belum monitor terkait potensi pajak dari pengelolaan limbah B3. Nanti aku coba konfirmasi ke pihak terkait," pungkas Tasman. [BN1]
0 Komentar